Oleh Habib Quresh Baharun
ABAH SANGAT MENYAYANGIMU...
Kisah Nyata
Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya. Login facebook.Pertama kali yang dia cek adalah inbox.
Hari ini terlihat sesuatu yang tidak dia perdulikan selama ini. Bagian
‘OTHER’ di inboxnya. Ada dua pesan. Pesan pertama, spam. Pesan kedua,
dia membukanya. Ternyata pesan 3 bulan yang lalu.
Dia baca isinya:
“Salam. Ini kali pertama abah mencoba menggunakan facebook.Abah coba tambah kamu sebagai teman tapi tidak bisa. Abah juga tidak terlalu paham benda ini.
Abah coba kirim pesan ini kepada kamu. Maaf, abah tidak pandai mengetik. Ini pun kawan abah yang mengajarkan.
Ingatkah saat pertama kali kamu punya HP? Saat itu kamu kelas 4 MI.
Abah kasian semua anak-anak sekarang punya HP. Jadi, abah hadiahkan pada
kamu satu. Denganharapan kamu akan telpon abah kalau kamu mau cerita
tentang masalah asrama, sekolah atau apa-apa saja. Tapi, kamu hanya
telpon abah seminggu sekali. Tanya tentang uang makan dan jajan. Abah
berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu tapi telpon abah tidak sampai 5
menit. Sudah habiskah pulsanya?
Saat kamu kecil dulu, abah masih
ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik panggil, ‘Abah, abah,
abah’. Abah bahagia sekali anak lelaki abah panggil abah. Panggil Umi.
Abah senang bisa berbicara dengankamu walaupun kamu mungkin tidak ingat
dan tidak paham apa yang abah ucapkan di umur kamu 4 atau 5 tahun.
Tapi, percayalah. Abah dan Umi bicara dengankamu banyak sekali. Kamulah penghiburkami di saat kami
berduka.Walaupun hanya dengan gelak tawamu.
Saat kamu masuk MI. Abah ingat kamu selalu bercerita denganabah ketika
memboncengmotor denganabah setiap pergidan pulangsekolah. Banyak yang
kamu ceritakan pada abah. Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman. Abah
jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke
sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan. Ayah mana yang tidak
gembira kalau anaknya suka ke sekolah untuk belajar.
Ketika kamu
masuk MTs. Kamu mulai punya kawan-kawan baru. Kamu pulangdari sekolah,
kamu langsung masuk kamar. Kamu keluar pas waktu makan saja. Kamu keluar
rumah dengankawan-kawanmu. Kamu mulai jarang bercerita dengan abah.
Kamu pandai. Akhirnya masuk asrama di Aliyah. Di asrama, jarak antara
kita makin jauh. Kamu mencari kami saat perlu.Kamu biarkan kami saat
tidak perlu.
Abah tahu, naluri remaja. Abah pun pernah muda. Akhirnya, abah tahu kalau ternyata kamu menyukai seoranggadis.
Ketika masuk kuliah, sikap kamu sama saja dengan ketika di Aliyah.
Jarang hubungikami. Sewaktu pulang liburan, kamu sibuk dengan HP kamu,
dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.
Abah
bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan istimewa itu lebih
penting dari Abah dan Umi? Adakah Abah dan Umi cuma diperlukan saat kamu
mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu
saja?
Akhirnya, kamu jarang berbicara denganabah lagi. Kalau
punbicara, dengan jari-jemari. Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara
tapi seperti tak bersuara. Bertegurcuma waktu hari raya. Tanya sepatah
kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, kamu
tidak pulang liburan lagi.
Malam ini, abah sebenarnyarindu sekali
pada kamu. Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma abah
sudah terlalu tua. Abah sudah di penghujungusia 60 an. Kekuatan abah
tidak sekuat dulu lagi.
Abah tidak minta banyak… Kadang-kadang, abah
cuma mau kamu berada di sisi abah. Berbicaratentang hidup kamu.
Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu. Menangis pada abah.
Mengadupada abah. Bercerita pada abah seperti saat kamu keci dulu.
Apapun.
Maafkanabah atas curhat abah ini. Jagalah solat. Jagalah
hati. Jagalah iman. Mungkinkamu tidak punya waktu berbicara denganabah.
Namun, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Allah.
Jangan letakkan cinta di hati pada seseorang melebihi cinta kepada
Allah.
Mungkinkamu mengabaikan abah. Namun jangan kamu mengabaikan Allah.
Maafkanabah atas segalanya.”
Pemuda meneteskan air mata. Dalam hati perihtidak terkira. Bagaimana
tidak, tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergiuntuk
selama-lamanya. Di saat tidak mungkin lagi mampu memeluk tubuh tua
ayahnya.
# Hargai orang tua kita selama dia masih hidup...kadang
kala kita terlalu sibuk dengan kerja. Sampaikah kita lupa akan dia yang
membesarkan kita... memberi pendidikanuntuk kita bekerja.. mengajar kita
berjalan untuk bekerja..
Jangan sampai anak kita nanti melupakan kita seperti kita melupakan kedua orangtua kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar